Museum Balla Lompoa adalah sebuah bangunan megah berarsitektur rumah panggung yang berlokasi di Kota Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Bangunan ini dulunya adalah istana tempat tinggal Raja Gowa dan kini telah bertransformasi menjadi tempat penyimpanan berbagai artefak dan koleksi sejarah yang bernilai.
Pada tahun 1935 hingga 1936, di bawah pemerintahan Raja Gowa yang ke-35, I Mangngi-mangngi Daeng Mattutu Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin, Balla Lompoa dibangun.
Bangunan ini tidak hanya sebagai tempat kediaman raja bersama keluarganya tetapi juga sebagai simbol kebesaran dan pusat pemerintahan Kerajaan Gowa saat itu.
Dalam sebuah wawancara dengan Andi Jufri Tenribali melalui situs Wisata Sulawesi, seorang pemangku adat di Museum Balla Lompoa, membagikan bahwa konstruksi Balla Lompoa dilakukan selama masa kekuasaan Raja Gowa yang ke-35, mencerminkan pentingnya bangunan ini dalam sejarah Kerajaan Gowa.
Setelah era Raja Gowa ke-35, Balla Lompoa diteruskan kepada Andi Idjo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin, Raja Gowa ke-36.
Beliau tidak hanya mencatat sejarah sebagai Raja Gowa terakhir tetapi juga sebagai Bupati Gowa pertama, menandai transisi penting dalam sejarah kepemimpinan di daerah tersebut.
Sekarang, sebagai Museum Balla Lompoa, bangunan ini mengundang pengunjung untuk menelusuri cerita-cerita masa lalu dan memahami lebih dalam warisan budaya serta sejarah yang kaya dari Sulawesi Selatan.
Transformasi Istana Balla Lompoa Menjadi Museum
Pada masa kepemimpinan Raja Gowa ke-36, sebuah perubahan signifikan terjadi dalam sejarah Kerajaan Gowa. Istana Kerajaan, yang dikenal dengan nama Balla Lompoa, mengalami transformasi fungsional menjadi sebuah museum.
Keputusan ini diambil setelah Raja Gowa ke-36 memilih untuk menetap di Makassar, meninggalkan Istana Balla Lompoa yang selama ini menjadi pusat kekuasaan dan aktivitas kerajaan.
Dengan pemindahan tersebut, Balla Lompoa tidak lagi berfungsi sebagai pusat administrasi kerajaan. Sebaliknya, istana ini kemudian diubah perannya menjadi pusat pengkajian dan pelestarian sejarah serta budaya masyarakat Gowa.
Seorang narasumber menjelaskan bahwa keputusan untuk mengalihfungsikan Balla Lompoa menjadi museum adalah akibat langsung dari keputusan Raja untuk pindah ke Makassar.
Setelah itu, istana tidak lagi digunakan sebagai lokasi untuk pemusatan kekuasaan kerajaan, mengingat Raja Gowa yang terakhir kali menetap di sini telah pindah ke kota lama Gowa, di Makassar.
Akibatnya, fungsi dan peran istana ini bergeser menjadi pusat pengetahuan tentang sejarah dan budaya orang Gowa.
Istana Terakhir Kerajaan Gowa
Menurut Andi Jufri, sepanjang sejarahnya, Kerajaan Gowa memiliki beberapa bangunan istana yang semuanya menyandang nama Balla Lompoa.
Namun, istana yang berlokasi di Kota Sungguminasa, yang pernah menjadi tempat tinggal Raja Gowa ke-35 dan ke-36, dianggap sebagai istana terakhir yang berdiri dari Kerajaan Gowa.
Balla Lompoa, dalam bahasa setempat, berarti 'rumah besar'. Namun, lebih dari sekadar ukurannya yang luas, Balla Lompoa memiliki makna budaya yang dalam. Istilah 'rumah besar' merujuk pada kediaman orang-orang agung, yaitu keluarga kerajaan.
Balla Lompoa dalam pengertian harfiah berarti rumah besar. Namun, dalam konteks budaya, istilah ini merujuk pada sebuah rumah agung karena dihuni oleh orang-orang agung, yaitu keluarga kerajaan.
Pengalihan fungsi istana kerajaan menjadi museum bukan hanya merefleksikan perubahan zaman, tetapi juga upaya pelestarian sejarah dan budaya yang tak ternilai dari Kerajaan Gowa.
Transformasi Istana Balla Lompoa ini memberikan kesempatan bagi generasi masa kini dan mendatang untuk memahami dan menghargai warisan leluhur mereka melalui kunjungan dan pengalaman langsung di museum Balla Lompoa.
Susunan dan Fungsi Ruang di Balla Lompoa
Istana Balla Lompoa, yang kini berfungsi sebagai museum, merupakan bangunan yang mempunyai susunan ruangan dengan fungsi yang beragam.
Di bagian depan, terdapat ruangan yang dikenal sebagai paddaserang ri dallekang, yang berfungsi sebagai tempat untuk menyambut tamu dan juga digunakan untuk kegiatan pemerintahan oleh raja.
Ruangan tengah, atau paddaserang ri tangngah, berisi beberapa bilik dengan fungsi tertentu: bilik pertama sebagai tempat penyimpanan benda-benda pusaka utama kerajaan, bilik kedua sebagai tempat peraduan raja, dan bilik ketiga diperuntukkan bagi keluarga raja.
Sementara itu, bagian belakang istana, yang disebut paddasirang riboko, digunakan untuk kegiatan rumah tangga oleh wanita-wanita di istana.
Setelah bertransformasi menjadi museum, ruangan-ruangan di Balla Lompoa sebagian besar digunakan untuk menampung dan memamerkan benda-benda bersejarah dari Kerajaan Gowa.
Museum ini menjadi tujuan pengunjung dari berbagai latar belakang, baik untuk tujuan edukasi sejarah maupun penelitian.
Koleksi Berharga Museum Balla Lompoa
Museum Balla Lompoa menyimpan koleksi yang mengagumkan, berisikan benda-benda bersejarah dari Kerajaan Gowa yang berasal dari abad ke-10.
Koleksinya mencakup benda-benda pusaka, naskah-naskah kuno, beragam senjata tradisional, koleksi pakaian adat, serta peralatan rumah tangga yang terbuat dari emas, emas putih, dan perak.
Salah satu koleksi terpenting yang dihormati adalah Alquran tulisan tangan dari abad ke-16, bersama dengan naskah-naskah kuno lainnya yang menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu.
Kompleks Balla Lompoa, terletak di Kota Sungguminasa, menampilkan dua struktur bangunan yang mengesankan.
Bangunan utama adalah Istana Balla Lompoa yang saat ini telah diubah fungsi menjadi museum, menyimpan berbagai koleksi yang menceritakan kekayaan sejarah dan budaya lokal.
Sementara itu, bangunan kedua adalah replika dari Istana Sultan Hasanuddin, yang dibangun sebagai penghormatan dan untuk memperkenalkan kembali kejayaan Sultan Hasanuddin kepada generasi saat ini.
Kedua bangunan ini bersama-sama membentuk sebuah kawasan yang tidak hanya berharga dari sisi historis, namun juga sebagai pusat pembelajaran dan apresiasi terhadap warisan leluhur di Kota Sungguminasa.